Jalan-Jalan di Dresden : You are so camerable!

Hay Dresden, you are so camerable!

kata-kata yang cukup mewakili betapa Dresden, Jerman menawan. Kota ini selain cantik, juga memiliki sifat ramah untuk penikmat wisata sejarah budaya atau juga mereka yang berkunjung dengan ragam tujuan. Ibaratnya sebuah kotak, bangunan dan hal yang menarik di Ibukota Sachsen ini ditata dengan rapi dan gampang dijangkau.

Senja di Brühlsche Terrasse 



Kenapa Dresden?

Sempat terpikir, bagaimana bisa  sebuah kota yang pernah hancur karena bom saat peperangan bisa bersolek dan berbenah diri, lalu tampil lagi dalam panggung dunia dengan elegan?
Sejarah mencatat, 13 dan 14 Februari 1945 merupakan tanggal penting bagi Dresden, karena di hari itu kota tua hancur akibat adanya perang dunia. Katanya, ini merupakan salah satu taktik untuk melemahkan mental pemimpin NAZI.  Serangan udara membumi hanguskan Dresden dalam waktu 23 menit, coba baca ulasan dari www.dw.de ini : Dresden

Tidak Cuma bangunan yang hancur, penduduk kota juga banyak yang dijemput ajal. Setelah itu, mulai 1945-1989 kota yang dipercantik dengan sungai Elbe mulai bangkit. Kota dibangun ulang, dan bangunan bersejarah lainnya direkonstruksi kembali.

Contoh nyata, Die Frauen Kirche atau gereja wanita Dresden yang jadi ciri khas ibukota Sachsen itu. Gereja tsb masuk salah satu rumah ibadah paling terkenal di Jerman. Selesai dibangun ulang pada 2005 dan menjadi magnet wisata. Gereja tsb pun menjelma sebagai simbol perdamaian, kebebasan dan sebuah tradisi musik (Deutsch Perfekt, Juli 2014 :21). Pada 2009, presiden Amerika Serikat, Obama pernah menjejakkan kaki di Dalam Gereja dan juga Vladmir Putin di tahun yang sama.










Bagus ya bentuknya?

Selain daripada itu, Dresden merupakan kota yang baik . Ia dekat dengan Berlin dan Leipzig, juga Ibu Kota negara tetangga  Republik Ceko, Praha. Ke Praha contohnya, Cuma butuh waktu sekitar 2 jam saja loh. Kebanyakan nih, mereka yang travel, mengambil rute Dresden – Praha atau sebaliknya. Keuntungan itu kami manfaatkan sebaik mungkin pada acara wisata kami (22-23/8/2015). Kiki dan penulis kembali untuk kedua kalinya ke Praha karena Dresden, cieeeh!



Jalan-Jalan di Dresden : Jangan Lupa Kamera

Ketika sampai di Stasiun utama Dresden dengan diangkut oleh kereta cepatnya Jerman, ICE (Intercity Express), kami ingin cepat-cepat ke Altstadt. Tanpa membawa ransel, karena kami titipkan di Loker Stasiun naiklah kami S-Bahn menuju tempat wisata. Silahkan cek atau download aplikasi Deutsche Bahn, untuk memudahkan bagaimana menuju ke Sana. Bisa juga jalan kaki dari Stasiun, keluar dari Stasiun akan banyak papan petunjuk yang menggiring pelancong menuju ke Tempat yang ulalala.

Kami sampai di Kawasan Neumarkt dan kegirangan melihat Die Frauen Kirche menanti kami dengan  \molek ini satu.... dua... tiga dan kemudian satu dua ..... tiga, sip.... dengan kalap kami abadikan diri di Dresden.

Tengok kanan kiri, belakang depan, maka terjawablah sudah mau kemana orang-orang yang datang selain ke Frauen Kirche. Dresden membaca keingintahuan pelancong, kegigihan dua anak manis dari Indonesia dan mereka yang rela jauh-jauh ke daerah Jerman bagian timur itu.



Disitulah dia surganya para pelancong. Kota tua yang menjadi saksi sejarah jatuh bangunnya Dresden. Jika ingin mempersiapkan diri untuk jalan-jalan di Dresden, belajar lewat website www.dresden.de akan memberikan gambaran. Penulis juga belajar lewat www.use-it.travel.com

Di setiap sudut dan penjuru, pose apapun akan tampak cantik dengan latar belakang bangunan di Situ. Jangan lupakan kameramu, kawan!

Things To See : Etwas zum Sehen : Apa Yang Dilihat
Berjalanlah dan kalian akan menemukan indahnya kota bergaya barok ini.




 Die Frauen Kirche / The Curch Lady







Fűrstenzug



Residenzschloss



 KATHEDRALE 







Semperoper






Zwinger







Brühlsche Terasse








Sekali lagi, Dresden itu betul-betul Camerable!

Sisi Lain Dresden

Mungkin pernah dengar aksi-aksi sebuah kelompok yang anti Islam, namanya PEGIDA? Penulis juga pernah membahasnya di Pos ini : PEGIDA. Ia ini lahirnya di Dresden. Penulis sempet parno aja mau ke Sana.Secara reguler, mereka mengadakan aksi demonstrasi tiap Senin. Entah di tembok bagian mana, ada semacam karikatur mini yang bertuliskan, “Montag ist Peggy Da.”(Senin si Peggy ada). Its mean plesetan dari pegida.

Selama di Kota tsb kami tidak merasa bertemu dengan anggota PEGIDA. Cuma, di Kawasan wisata kami sempat merasa jadi pelancong yang berjilbab sendiri. Ini beneran loh, diamat-amati kok ga ada ya selain kami. Ngerasa fantastis aja sih jadinya. Tapi, waktu nongkrong di Pusat perbelanjaan baru deh kami ketemu beberapa orang yang jilbaban dan sepertinya mereka bukan turis seperti kami, melainkan penduduk yang telah bermukim lama di Dresden. Sepertinya sih!

Dini hari (23/8) kami ke Praha, setelah lelah-lelah cantik di Sana, rasanya senang sekali kembali ke Dresden. Yang artinya, kami bakal segera naik kereta ICE lagi dan pulang ke Rumah. Yeees!

Kami waktu itu duduk di Ruang tunggu, dengan wajah kucel serta dandanan tak menentu. Tas ransel menjadi penuh dan kami letakkan di Lantai. Jam terus berputar lalu tiba-tiba muncul tiga orang Polisi yang dengan santai menyapa, “Passport, Please!”

Baru sekali ini kena razia Passpor selama hampir 2 tahun di Jerman. Di dalam ruang tunggu ada 6 orang, 4 orang ini turis dari Korea. Yang diminta Passpor mereka malah kasih tiket kereta ke Polisi. Ey.. Ey.. mereka pun lolos, karena polisi mafhum dengan status visa turis mereka.

Penulis dengan percaya diri menyerahkan passpor, ya visanya baru aja diperpanjang, jadi ngerasa tenang. Si Kiki juga. Eh la kok, passpor kami ga segera dikembalikan. Tanpa sepatah katapun, polisi aneh yang memeriksa kami menunjukkan dokumen tsb ke Rekannya. Mereka keluar dari ruang tunggu dan menelpon kantor. Sempat curi-curi dengar mereka menyebut nama Indonesia dan menyebutkan nomor yang ada di Visa kami. Apa mungkin kami dicurigai sebagai imigran gelap atau ini bagian dari diskrimanisi karena kami BERJILBAB? Entahlah! Penulis mendekat ingin tahu, karena berpikir, itu adalah hak penulis untuk mengorek kejelasan mengenai nasib passpor. Baru 3 langkah berjalan, penulis udah distop. Oke, FINE!

Dirasa tak ada masalah, passpor kami dikembalikan dengan ucapan terimakasih. Terkejut juga ni mengalami hal semacam itu. “Ngopoe pak? Salahku opo?” gerutuku dalam hati.



Peribahasa Cina bilang : Bai wen bu ru yi jian, yang kurang lebih artinya daripada mendengar seratus kali lebih baik melihat sendiri. Simpulkan kesanmu mengenai Dresden, the Firenze of Elbe.

Lanjut..



Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Jalan-Jalan di Dresden : You are so camerable!"

  1. Ahaha muaaahhh , masak bu pembinane ngiler...
    Oke kunjungan balik neng

    ReplyDelete

Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D