Ke Ibukota Ceko, Praha (Lagi)


I
ni adalah kali kedua kami, Kiki dan Penulis ke Praha (23/8/15). Yang pertama, kami ke Sana saat momen pergantian tahun baru dan musim dingin. Musim itu, salju masih tersisa di Jalanan. Suasananya memang indah tapi abu-abu. Kedinginan! 




Pipid dan Kiki
Praha Pertama kami, musim dingin
Praha Kedua kami, musim panas


Ini trip kami pertama, agak lengkap dengan panduannya loh :






Waktu itu (30.12.14-01.01.15) tahun baru, unyu dan membeku menjadi perpaduan manis dalam perjalanan kami berdua. Saat  bermalam di Stasiun Praha (Hlavni Nadrazi), semua orang yang  sama-sama menunggu kereta atau bis untuk pulang, diUSIR keluar (1/1/15). Katanya, stasiun mau dipel dulu. Stasiunnya memang ada jam buka tutup, beda dengan Jerman yang dibuka 24 jam.


Gila! Kami bukan beruang kutub yang tahan dingin. Orang macam kami yang terbiasa hidup di Negara hangat, tiba-tiba seperti dijebloskan ke dalam kulkas yang dinginnya minus 7. Gigi gemeretak, kaki tak bisa diam, darah seakan membeku. Keadaan lapar, ngantuk dan kecapaian membuat hari itu makin samar-samar. Di Luar, kami mencoba menghangatkan diri dengan gerak dan menggerutu hahah.

Sepertinya tak sampai 3 jam, kami dibolehkan masuk kembali. Akhirnya! Minus 7 memang tak seberapa jika dibanding dengan negara-negara yang punya suhu ekstrim, musim dingin bisa sampai minus 30. Di situ, penulis bersyukur sekali dan berdoa semoga selalu berada di Tempat yang hangat dan menjadi pribadi yang hangat, amien.

Penderitaan lain tidak cuma kedinginan. Berkali-kali rasanya pingin buang hajat, tapi terantuk dana. Mau pipis aja nunggu jam yang tepat, ditahan-tahan. Lha ya maklum, kami ini kan ngirit, sekali masuk kamar mandi aja dengan terpaksa merogoh kocek sekitar 40 CK. Jika uang ceko sudah habis, maka kami harus rela membayar 1 Euro tanpa kembalian. Lha ya kan rugi bandar cik!

Seharian kami di Praha, badan lelah tidak terkira, tas berat, lapar, tapi tetap mengesankan. Praha itu eksotis sekali, kawan! Terkenal dengan julukan kota emas. Terus ni habis dari Praha, beberapa film Indonesia banyak yang mengambil latar belakang kota ini. Sebut saja, Negeri Van Orange dan film pendek line  Nic n Mar yang tokoh utamanya mas Nicholas Saputra. Eh, pasti sutradaranya terinspirasi Kiki sama Pipid ya, cieeee! (Plaaak).



3 Patung Manis






Itu gambar patung Franz Kafka dan 2 anaknya hehe. Yang menarik bukan Cuma objeknya aja tapi juga, ia yang ambil foto.  Adalah gadis Jerman yang fasih bahasa Indonesia. Mungkin dia awalnya mendengar teriakan penulis ke Kiki atau nguping obrolan kami berdua, sampai dia tiba-tiba menodong penulis dengan pertanyaan, “hallo bisa minta tolong foto saya dan temanku?” Eh.. waktu penulis menengok kok dia. Ya heran lah penulis. Ternyata dia itu sempat kerja sosial di Sulawesi, 6 bulan di Indonesia dia udah lancar. Hellooooowww!

Semesta Menjawab

Bdw, waktu itu kami gak ada kamera bagus sampai akhirnya kiki baru beli beberapa bulan kemudian. Sempat asal ngomong, kami pengen ke Praha lagi buat foto-foto pake kamera barunya. Begitulah keajaiban yang akhirnya mengantarkan kami ke Kembali ke Ibukota Republik Ceko.

Sebenernya termasuk spontan. Dari Dresden kami ke Praha, balik Dresden lagi dan pulang ke rumah. Letak Dresden yang strategis, memungkinkan orang-orang melakukan perjalan ke Praha atau bisa juga ke Berlin. Untungnya juga, biaya ke Sana itu masih bisa dirogohlah. Pake bus, Cuma 2 jam. Silahkan cek www.busliniensuche.de ya! Kami dapat 22 Euro untuk pulang pergi. Lumayan.

Jalan-Kaki yok di Praha!

Keadaan masih gelap, beberapa orang yang hampir bukan orang berbahasa Jerman berdiri di Satu atap halte bus. Mereka-mereka ini orang nekat. Waktunya tidur malah keluyuran. Semuanya bicara satu sama lain, ada yang berbahasa Rusia, Polandia dan Indonesia. Bus yang akan membawa mereka ternyata terlambat beberapa menit, pukul  03.00 kurang baru berangkat dari jadwal yang semestinya 02.10. Marah? Ya, ga begitu. Mending agak telat, supaya sampe di Praha gak terlalu pagi.

Naik di Bis, 2 anak Indonesia yang cantik jelita segera menduduki 2 kursi kosong di Bis bagian atas. Girang sekali masih ada sisa kursi melihat ternyata penumpang di dalam Bus sudah banyak. Ada yang tidur dan menyerobot kursi, sehingga beberapa ada yang ngedumel. Kami pun tidur di tengah laju bus yang entah kencang atau tidak. Penulis gak sadar dan sangat menikmati tidur di dalam Bis. Badan lelah dipakai jalan-jalan seharian di Dresden.



Sekitar dua jam, bus memberhentikan diri di Terminal Bus Station Florenc. Praha, Ceko. Udara masih dingin, masuklah kami ke dalam untuk duduk. Loket tiket sebagian masih tutup, banyak yang secara resmi dibuka pukul 06.00. Di Dalam terminal, orang-orang bisa menukarkan mata uangnya.  yang penulis liat terpampang tulisan, No charge atau Free  Comission. Ini menguntungkan sekali dibanding jika harus menukar di Western Union, hmmm kenanya agak mahal (Pengalaman pribadi).

Kebetulan, kami ketemuan dengan 2 anak UNY serta temannya di Terminal. Kami pun sepakat jalan bersama sampai ke Old Town Square, dan kemudian berpisah karena beda haluan. Mereka ingin ke Kastil sepagi mungkin, sementara kami yang sudah pernah ke Sana memilih kastil sebagai tujuan terakhir. Kami mau ke Dancing House! Ngomong-ngomong, di Old Town Square ini ada beberapa bangunan yang sangat camerable : Tyn Church dan Astronomical Clock.

Di Depan Gereja Tyn, Praha


Dari terminal ke Sana ternyata cukup dekat. Bermodalkan peta  serta jalan kaki, kami sampai juga di tempat itu. Waaw, sepi sekali di Hari minggu. Jadi, dari terminal bus coba keluar dan ambil arah kiri, lurus terus. Kalo udah mulai bingung, bolehlah pakai google map. Kiki kemarin gitu. Kalo masih bingung, siapkan jurus andalan yaitu : bertanya. Penulis sempat masuk ke dalam hostel buat nanya ke Resepsionis hahah. Alay banged, itu hanyalah modus cuci mata di Pagi hari.

Masih lengang membuat perjalanan seakan dekat. Kami sampai dan melihat seberkas cahaya matahari yang sudah terbit dan menerangi dunia. Amboi, indah nian ciptaan Tuhan. Bangunan-bangunan Praha menyala dan menyemangati penulis yang pada dasarnya agak lelah. Sejenak, kiki dan penulis nostalgia di Tempat yang sama beberapa bulan lalu.

Menyusuri toko-toko, sampailah kami di halaman gereja Tyn, yang dari situ terlihat astronomical clock s. Praha seperti milik sendiri. Sepi dan sangat leluasa membidik lensa. Berkali-kali, kami mengambil gambar diri. Itulah salah satu bentuk kepuasan orang-orang masa ini. Semakin banyak foto yang bagus, semakin senang hatinya. Hahaha!





Sudah selesai kan? Saatnya ke jembatan Charles alias charles Bridge. Jaraknya juga tidak jauh, jalan kaki bisa jadi aktivitas yang menyenangkan. Melihat penduduk lokal, mengenali sudut-sudut Praha dan mengedarkan pandangan pada hal-hal yang Cuma bisa ditafsirkan diri sendiri. Mungkin, sebuah kontempelasi diri.



Kami tidak lama di Jembatan, karena tujuan terbesar kami adalah menemukan Dancing House yang dulu terlewatkan karena kedinginan. Lagi-lagi, jalan kaki menjadi modal kami. Tidak jauh juga dari jembatan. Ini mungkin karena efek sepi pagi hari. Menyusuri sungai Vlatva yang sejuk. Look! Itu dia Dancing House, rumah goyang eh salah rumah menari.

Ha... Dancing House?

Bangunan ini termasuk modern, lucu untuk dipajang. Apa sih sebenanya bangunan yang dalam bahasa Ceko-nya Tancici dum? Ini adalah sebuah gedung perkantoran yang tidak dibuka untuk umum. Owalah, sempet mikir ini gedung isinya orang nari gitu. Hahah! Tenang, yang terpenting kami tetap bisa foto-foto dari luar.




Foto yang ini contohnya diambil di depan, dekat lampu merah dan jalan raya. Jadi, waktu kai foto-foto harus sabar nunggu mobil lewat dulu. Agak bahaya juga sih foto di Jalan Raya..tapi, untung masih pagi dan sepi kok.


Rumah menari ini didesain oleh Frank Gehry dan dibangun pada 1992 sampai 1996. Dari sumber galinsky.com, rumah ini tu merupakan refleksi dua pasangan yang menari, cewek dan cowok, namanya Ginger Rogers dan Fred Astair. Cek : www.galinsky.com 


Di Praha kami Cuma punya waktu sampai jam 11.20, pasalnya hari itu kami juga harus pulang lagi ke Rumah. Jadi, dari Praha balik ke Dresden, Dresden lanjut ke Mainz, Mainz ke Mainz Finthen (Kiki) dan yang satunya (penulis) dari Mainz ke Ingelheim.

Selesai menyapa si rumah goyang, kami lari-lari ke arah Kastil. Dari situ kami naik Tram. 15 menitan lah dan kami memandangi Praha dari bagian atas ini.





Tips Kecil di Praha :
  • Tuker uang ceko ya buat beli oleh-oleh, walaupun Euro berlaku. Soalnya walaupun mereka menerima Euro, kebanyakan kembalian uang berberntuk ck. ya jadi agak rugi kan?
  • Banyak tempat penukaran uang di Praha, silahkan cek dulu dari rumah.
  •  Punya peta manual dan online. Download di Play Store, Prag app.
  • Kalo gak mau jalan, mending pakai tram, bis dll. Beli tiket harian yang bisa dipakai 24 jam.
  • Wajib ke Kastil deh kayaknya.
  •  Pakai baju yang nyaman
  • Kalo tasnya berat, mending dititipin di Penginapan atau tempat penitipan yang ada di Stasiun atau terminal.
  • Tiket Metro di Praha ada yang berlaku 24 Jam, 72 Jam, 30 dan 90 menit.







Subscribe to receive free email updates:

5 Responses to "Ke Ibukota Ceko, Praha (Lagi)"

  1. Aku belum pernah ke Luar Negeri, tapi dari dulu aku demen banget dengan Praha. Aku membayangkan kalo menikmati pemandangan Sungai Vlatva, menyusuri tapakan jembatan Charles, lihat Jam Astronomi & menungguinya sampai berdentang, menyusuri Newtown ke oldtown dll. Ahhh semoga khayalan ini bisa terlaksana. :-D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiennn
      Dari bayangan jadi kenyataan og ya mas
      Semogaaa
      Aku Jg ndang pengen jelajah Karimunjawa..

      Delete
    2. Amin,,, kalo Jelajah Karimunjawa itu gampang, mbak. Tinggal balik Indonesia terus naik kapal ke sana :-D

      Delete

Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D