Ketika itu Tiba : Kepergian

Malam hari membuatku kembali diam, tapi aku tak mau lagi menanyakan padaNya, mengapa begini dan begitu. Sudah, kini aku berani menerima segalanya. Aku tak mau bertanya lagi, cukup kuimani apa yang jadi jalan Tuhan. Sempat sakit, tapi biarlah sakit itu diangkat. Bebaskan aku dari prasangka buruk, biarkan kini aku terus padaMu. 


Pada malam syahdu selepas Isya (22/12), Tuhan menjemput dengan halus Ibuku. Ibuku pergi dengan cantik, damai dan ikhlas. Aku ingin teriak, tapi tercekat. Aku diam ketika yang lain berebut talqin, sedetik kemudian kuikuti lagi senandung saksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah. 


Kutarik nafas dalam, bayanganku kembali pada masa kecilku. Allah, inikah yang kau siapkan untukku dan keluargaku? Aku tahu Tuhan, kematian itu datangnya pasti, yang tak bisa dipastikan hanya kedatangannya. Biar kuputar ulang sejenak, kala itu 2011, Kau ambil kakakku, 2014 Kau jemput Bapakku yang bahkan melihat jenazahnya pun ku tak bisa dan tahun ini Kau kembalikan Ibuku. 




Allah, apa aku bisa tanpa mereka? Itu pertanyaan yang sempat kuajukan. Tak lama kemudian, kuralat menjadi demikian, Allah apa aku bisa tanpaMu? 


Tuhan, Kau Maha Segalanya. Yang jadi milikMu akan kembali jadi MilikMu. 


Aku tak akan bertanya lagi, aku percaya padaMu. 


Tuhan, ku teringat puisi Chairil Anwar yang beberapa bulan lalu sempat aku coba tafsirkan. 


DOA 
Kepada Pemeluk Teguh 


Tuhanku 
Dalam termangu 
Aku masih menyebut namaMu 
Biar susah sungguh 

Mengingat Kau penuh seluruh 
cayaMu panas suci 
tinggal kerlip lilin di kelam sunyi 
Tuhanku 
Aku hilang bentuk 
Remuk 


Tuhanku 
Aku mengembara di Negeri asing 
Tuhanku 
Di PintuMu aku mengetuk 
Aku tak bisa berpaling 


Ingatan 


Tuhan, bahkan sebelum ibuku tak sadarkan diri, kumasih merengek padanya. Ia tersenyum dan jika kuingat, aku tak peka akan tanda-tandaMu. Allah, ampuni aku, ampuni orang tuaku, ampuni keluargaku. 
Allah, aku tak bertanya lagi.... 


Sebuah Cerita 


Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Ibu mungkin masih mendengar suara adik di Telepon. Selesai itu, adik berangkat dengan pesawat dan ibu pun mangkat. Pesawat adik terlambat beberapa menit, dan keterlambatan itu menjadi sebuah kesempatan untuk adikku talqin kembali di Telinga Ibu walau hanya lewat suara. 


Adik pulang hari itu juga dan masih sempat melihat dan memandikan jenazah Ibu. Semua berkat Tuhan, jika Tuhan tak menghendaki, mungkin adik tetap pulang keesokan harinya. Siapa sangka, pada hari itu (kamis), tiket pesawat sudah habis, pesan via online tak membuahkan hasil, hampir hampir putus asa. Namun, di mana ada kemauan di Situ ada jalan. Allah mengirim bantuannya lewat seorang kakak kelas yang bekerja di Bandara. Kami pun berhasil mendapat tiket pesawat. 


Kuasa Tuhan terus di atas segalanya. Di saat kami di Boyolali was-was, apa adik bisa nyandak sampai Bandara dan naik Pesawat di tengah macetnya Surabaya, ternyata tak diduga, adik bisa sangat tepat waktu sampai di Tempat. 


Itu Allah yang atur dan saya percaya, Tuhan akan mengabulkan doa-doa hambaNya di saat yang tepat. 


Tuhan 
Aku mengaduh tapi tak mau jatuh 
Aku tahu mati itu bukan kehilangan 
Raga mereka hanya pindah 
Jiwa mereka satu denganku 
Darahnya mengalir 
Bayangannya melekat 
Cintanya sepanjang jaman 
Namun cintaMU tiada bandingnya 



*Tuhan, di PintuMu aku mengetuk! *Chairil ANwar

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ketika itu Tiba : Kepergian"

Post a Comment

Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D