Jakarta, antara galau dan rindu.

Kehidupan mulai menggeliat, walau kabut masih pekat. Jalanan sunyi, udara masih dingin dan bau kendaraan belum mengotori tanah yang basah karena hujan semalam. Menaiki motor dibonceng keponakan besar, kami melawan dingin menuju Bandara kebanggan Boyolali, Adi Soemarmo.

Gelap membuat kami bingung menentukan arah. Begitulah kodratnya, minimnya tanda penunjuk membuat kami harus beberapa kali tanya orang di Jalan. Untungnya ini Boyolali, sepagi itu sudah banyak orang-orang menghadang pagi. Saya sendiri yang sebetulnya pernah ke Sana, juga tak bisa memastikan, apa jalannya betul. Untungnya, ponakan saya memang pengendara handal. Tidak sampai satu jam, saya sudah bisa santai-santai check in untuk penerbangan ke Jakarta (24/09).

Antri

Mata saya mengantuk, perutnya saya sedikit lapar, tubuh saya butuh air, secepatnya saya ingin segera masuk pesawat dan tidur. Untungnya, proses antri tidak sepanjang kali. Emosi saya hampir dipancing, ketika tahu netbook mungil saya dibanting petugas. Pak, apa Anda sedang lelah? Hmm, untungnya laptop saya tidak dalam posisi telanjang. Ia berbaju tebal dan terlindung dari benturan yang disengaja.

Dok pribadi, menatap mereka yang antri di Bandara.


Impian

Impian saya tentang tidur nyenyak kandas, samping saya duduk dua orang penumpang berisik dan kebetulan berbadan besar. Saya tahu sekali, kursi yang ia duduki kurang muat menampung badannya, maka dari itu dia bergerak berlebihan. Wajah kesal saya untungnya tertutup syal yang sering menemani perjalanan jauh saya.

Jakarta, aku tiba.

Tepat waktu dan tanpa banyak huru-hara. Itulah perjalanan saya hari ini. Saya saja masih kaget sekarang sedang di Jakarta. Pesan tiket baru malamnya, menata barang baru pukul 01.00 dini hari dan berangkat jam 04.00 lebih.

Lagi-lagi, sebelumnya saya tak ada minat ke Jakarta , pasalnya saya sedang dilanda kegalauan. Tuhan memang menciptakan saya jadi orang spontan. Saya tiba-tiba spontan mengiyakan batin saya untuk berangkat. Begini katanya, “kamu yakin, Fit jadi orang merugi?”

Tidak butuh waktu satu jam, surat tugas sudah ditangan, uang transport sudah ditanggung. Yang saya butuhkan hanya, segera bergerak pesan  tiket.

Andalkan Ingatan

Saya kok kangen Kikik ya. Dulu masih ingat ketika mau ke Paris, kami rela cuma tidur satu jam dan berangkat pagi buta. Saya nikmati perjalanan hari ini seperti dulu. Jujur, saya hanya mengandalkan ingatan. Turun dimana, naik apa, tanya siapa dan bayar berapa. Otak dan kaki saya sepertinya memang disetting Tuhan untuk ikut acara ini. Allah, terimakasih telah mengirim banyak hal termasuk mereka. Bagus.. makasi ya :* Sekolah, :), semua.

Telat

Saya tahu saya akan telat, tapi saya sudah menyiapkan materinya. Bahkan materi ini sudah terpendam 3 tahun lamanya. Judul skripsi impian saya dulu itu, terjawab hari ini. Saya datang terlampau santai, orang-orang kemudian makin ternganga mendengar suara saya yang katanya medok. “Mbak dari Jawa ya?” Hmmmmmmmm. Anda juga kan?:D

Belajar




Hari ini saya belajar merancang komik pembelajaran bahasa Jerman tingkat A1. Dipandu para Ahli, rancangan ini lumayan terarah. Bagaimana hasilnya? Tunggu besok (25/9). Adik-adik mungilku di Sekolah, tunggu ya oleh-oleh saya hihihih :****


Di Wisma Mawar, P4TK Jakarta.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Jakarta, antara galau dan rindu."

Post a Comment

Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D