Perjuangan Muridku : Sebuah Cerita Menembus Blokade



Ini juga cerita salah satu alumni, murid pertama yang berhasil membuat mapel Jerman di Sekolah punya piala. Kejutan yang tak terduga. Tulisan ini saya minta khusus dari yang bersangkutan. Danke, bro! Sukses!
SEBUAH CERITA MENEMBUS BLOKADE

Di sebuah desa di Boyolali, Jawa Tengah tepatnya, terdapat seorang remaja laki-laki yang hidup dalam keluarga yang sederhana dan biasa saja. Remaja itu bernama Kyle Dwi Bintang, dan akrab dipanggil dengan panggilan Kale. Cukup unik namanya Kale adalah anak tunggal di dalam keluarganya tetapi tercuit nama Dwi di dalam namanya dimana dalam bahasa Jawa hal itu berarti anak kedua. “ ya karena aku lahir dari dua orang yang indah seperti bintang yaitu Ayah dan Ibubegitulah jawabnya setiap ditanya perihal namanya. Kale hidup bersama kedua orang tuanya yang bekerja menjadi buruh pabrik setiap harinya.Kale hidup dengan kedua orang tuanya. Ayahnya bekerja sebagai buruh pabrik dan Ibunya hanyalah seorang petani dengan gaji UMR di Boyolali sekitar 1,5 - 1,7 jt/ bulan kala. Dengan uang segitu tentu saja ia hanya bisa hidup sederhana belum lagi untuk membayar kebutuhan, utang, dan biaya sekolah Kale. Sampai akhirnya Kale menginjak pendidikan SD ia mendapatkan beasiswa berupa bantuan dana yang cukup membantu kedua orang tua Kale. Beasiswa tersebut ia dapatkan selama kelas 1 - 3 SD. Dan setelah beasiswa itu berakhir Ibu Kale bisa mendapatkan pekerjaan sebagai buruh di pabrik kayu lapis. Sedikit lega karena tidak semuanya ditanggung oleh Ayah, tetapi tetap saja Kale harus tetap hidup sederhana agar tidak boros.

ilustrasi gambar bintang



Hingga akhirnya Kale pun ingin mendaftarkan ke SMP favoritnya yaitu di SMP Garuda Boyolali, dan dengan prestasi dan nilai UN tinggi, dia pun diterima di SMP tersebut, selain bagus sekolahnya ia juga memikirkan jarak yang tidak cukup jauh dari tempat tinggal. Kale berangkat bersama Ayah bekerja dan pulangnya ia naik ojek. Dalam sehari Kale hanya mendapatkan uang saku sebesar Rp 10.000, bahkan dengan uang segitu ia gunakan dalam 2 - 3 hari. Hal itu bukan masalah besar untuk Kale karena ia sudah diajarkan hidup sederhana sedari ia kecil. Waktu SMP Kale lebih aktif kegiatan di oraganisasi dan juga dalam bidang non akademik dan cukup membuahkan hasil, Kale dapat menjadi Wakil Ketua Osis selama 2 periode berturut-turut. Dari hal itulah Kale mulai dikenal, ia pernah bercita - cita untuk bisa masuk ke SMA favorit yang ada di kotanya, yaitu di SMA N Elang Boyolali, dimana pada waktu itu sekolah itulah satu - satunya sekolah yang berbasis internasional. Waktu terus berlalu hingga akhirnya Kale duduk di kelas 12 SMP dan siap untuk UN. Ketika waktu ujian telah tiba Kale sudah siap untuk ujian, ia belajar sendiri dan dia tidak ikut bimbel karena ia sadar keadaan orang tuanya. Dan setelah selesai semuanya baik itu ujian, perpisahan, tinggal kini menunggu waktu pengumuman tiba. Shock saat membuka hasilnya, jauh dari ekspektasi Kale. Nilai Kale jatuh dan anjlok, menyesal, dan sedih saat itu yang ia rasakan. Gagal sebelum bertarung, karena sudah tidak mungkin lagi Kale masuk ke sekolah favorit untuk ke depannya. Tiba - tiba ia membaca suatu berita bahwa SMA N Elang Boyolali membuka jalur tes untuk penerimaan siswa baru, seketika itu juga Kale mendaftarkan diri dan belajar tekun. Ketika waktu ujian tiba Kale berangkat dengan diantar Ibu, tak lupa ia meminta doa agar dimudahkandalam mengerjakan soal nantinya. Sampai di tempat, registrasi, mencari ruangan, dan akhirnya pada jam yang ditentukan Kale mengerjakan soal dengan tenang. 2 jam terlewati ia begitu tenang dan seperti tidak menemukan kendala sama sekali. Selesai ujian ia bergegas mencari Ibu dan kemudian pulang. Pengumuman hasil tes dilakukan satu minggu setelah tes diadakan, hari ini tepat satu minggu dan Kale berharap hasilnya baik. Tetapi saat pengumuman di buka Tuhan berkata lain Kale tidak diterima di sekolah tersebut. Sedih, kecewa lagi dan lagi yang dirasakan oleh Kale. Hal sama juga Kale rasakan ketika ia mencoba mendaftarkan ke SMA N Cempaka Boyolali dan juga SMK N Agraria Mojosongo, kedua sekolah tersebut cukup bagus dan bisa dibilang sebagai sekolah cadangan jika tidak diterima di SMA N Elang Boyolali, mendaftar di kedua tempat tersebut Kale tetap juga mendapatkan hasil yang tidak memuaskan, lagi dan lagi ia ditolak. Akhirnya Kale pun mendaftarkan ke pilihan terakhir saat itu juga dimana sebenarnya sekolah itu adalah mimpi buruk untuk Kale, SMA N Veteran Boyolali. Ya, sekolah negeri memang tapi hal itu tidak dengan murid dan isinya yang ada disana, banyak kasus siswa yang hamil di setiap tahunnya, kasus narkoba, merokok, bolos, mabuk - mabukkan hingga tertangkap petugas. Tidak bisa dibayangkan Kale jika ia harus masuk ke lingkungan seperti itu, melihat bahwa ia adalah anak yang cenderung hidup di lingkungan yang baik.

Di Merapi Fm

Kale berharap tidak diterima juga di sekolah tersebut, tetapi apa yang terjadi ?, dia diterima dan bisa masuk ke kelas IPA saat itu. Biasa saja dan tidak ada yang istimewa menurutnya. Hari pertama masuk ke sekolah dengan mengenakan seragam putih abu - abu, ia tidak seperti teman - teman lainnya yang begitu antusias. Hari demi hari pun terlewati dan Kale mencoba untuk belajar memahami lingkungan sekitar Kale. Awalnya memang ia merasa kesulitan untuk mengikuti gaya pergaulan mereka dimana waktu itu semua teman-teman Kale merokok dan Kale sendiri adalah anak yang tidak merokok. Perihal pelajaran ia dapat mengikuti dengan baik dan bahkan selalu mendapatkan nilai yang sempurna di mata pelajaran Kimia, Biologi, Matematika, tetapi tidak dengan fisika karena ia tidak suka dengan pelajaran itu.

Di satu hari kala itu, kelas Kale mendapatkan mata pelajaran lintas minat yaitu bahasa Jerman. Awam bagi Kale dan juga teman - teman kelasnya karena tidak pernah mengetahui sedikitpun tentang pelajaran itu. “Guten Morgen” sapaan pertama kali yang dilontarkan oleh guru itu kepada murid-murid yang ada di kelas. Tertawa dan suasana riuh ketika mendengar kata itu. “ Selamat pagi teman-teman, perkenalkan nama saya Anan Suciati, dan kalian bisa panggil saya Frau Anan ”, mendengar hal ini Kale dan teman-teman kemuadian berkenalan satu persatu di depan kelas dengan dibimbing degan menggunakan Bahasa Jerman. Dari awal pertemuan Kale begitu menikmati pelajaran itu. Walaupun menurut Frau Anan pernah berkata bahwa bahasa Jerman di sekolah ini banyak dipandang sebelah mata oleh masyarakat di luar sana. Kale menikmati dan antusias dalam belajar pelajaran ini sehingga ia bisa mendapatkan nilai tertinggi bahasa Jerman di sekolahnya ketika UAS semester satu. Frau Anan melihat bahwa Kale berpotensi dan dengan langsung ia menawarkan Kale untuk ikut dalam olimpiade bahasa Jerman tingkat Jateng - DIY. Tanpa pikir panjang Kale pun menyetujui tawaran tersebut dan siap untuk dibimbing dan dilatih. Selama kurang lebih 6 bulan Kale akan memperdalam materi, ia tidak sendirian bersama dengan Frau Fitri, dan juga Frau Puput, beliau adalah guru bahasa Jerman pertama di SMA N A Boyolali. Dengan niat dan tekad selama latihan Kale semakin menunjukan perubahan yang signifikan, hingga akhirnya tiba waktunya lomba Kale berangkat dari sekolah dan setibanya di tempat lomba yaitu di SMA Dirgantara, Magelang, Jawa Tengah, Frau mengurus registrasi dll, hingga akhirnya pun tiba waktunya Kale masuk dan mulai mengerjakan soal. Kurang lebih 3 jam Kale berjuang di dalam ruangan ia pun keluar dengan muka pucat karena ia merasa bahwa ia gagal, banyak soal yang tidak terjawab karena ia merasa demam panggung. Frau pun menenangkannya, kemudian mereka bergegas sholat setelah itu makan bersama. Pukul 14.00 setelah ISHOMA mereka kembali ke dalam ruangan aula untuk mendengarkan hasilnya. Jauh dari ekspektasi Kale rangking 40 dari 200 peserta yang hadir, dengan hasil itu ia tidak lolos. karena yang diambil hanya 10 peserta saja. Dengan berat hati akhirnya perlahan Kale merasa ikhlas dengan hal itu dan ia anggap sebagai pengalaman hidupnya.

Sejak kalah olimpiade banyak orang yang mengejek “ Halah latihan lama paling juga kalah, udahlah banyak sekolah lain yang lebih bagus, mending lomba yang lain”, bahkan guru Kale pun juga mengatakan bahwa perjuangan bahasa Jerman untuk menang itu hanyalah mitos. Lalu tiba - titba datanglah surat undangan lomba membaca berita berbahasa Jerman. Kale pun antusias, ia ingin membiktikan bahwa ia bisa mengubah pandangan orang - orang tentang bahasa Jerman, walaupun saat ini ia sudah tidak mendapatkan pelajaran bahasa Jerman kareana ia sudah kelas XI dan lintas minat hanya sampai kelas X. Dengan pengalaman sebelumnya ia jadikan pelajaran untuk kedepannya apalagi kali ini yang diambil hanyalah 3 besar dari 50 peserta lomba.


Wahyu Eko William

 Ia dibimbing oleh Frau Anan dan juga Pak Syai, guru bahasa Indonesia yang malang melintang di dunia public speaking. Kurang lebih satu bulan latihan tiba waktunya ia berangkat ke tempat perlombaan dengan diantarkan oleh kedua guru tersebut. Sesampainya di tempat lomba (Universitas Indah Yogyakarta) seperti biasa guru cantik itu menyiapkan segala registrasinya dan Kale bersiap untuk mengambil undian. Maju ke urutan kelima bukan masalah untuk Kale, ia yakin dia bisa. Dan apa yang terjadi ketika di depan ia tampil dengan rapi dan tanpa kesalahan sedikitpun, hingga pada akhirnya saat pengumuman Kale bisa mendapatkan juara 3 tingkat Jateng - Diy.


Wahyu n JUlfi


Tidak jauh dari itu selang 3 bulan setelah itu, Kale mendapatkan undangan lomba membaca dongeng berbahasa Jerman. “ Bermain peran dong, Frau? Aduh susah Frau ” , mendengar hal itu bukan hal susah untuk seorang Frau Anan membujuk Kale “ Kamu pasti bisa Kale, semua itu harus dicoba dulu”,. Setelah berbincang lama akhirnya ia setuju dengan itu, Kale pun berlatih dengan giat setelah itu. Waktu yang tersisa kurang lebih dua minggu untuk mempersiapkan semuanya, dan Alhamdulillah semua persiapan berjalan normal. Kali ini Kale dibimbing langsung oleh Frau Anan, Pak Syai, dan satu lagi Pak Muh. Beliau adalah guru bahasa Indonesia yang sudah malang melintang di dunia dongeng.


Pak Yanta dan Eko



 Menjelang hari H lomba Kale baru ingat bahwa hari lomba dan hari berangkat study campus ternyata sama. Bingung pasti, tapi ternyata semua sudah diatasi oleh Frau dan juga Pak Syai. Walaupun sebenarnya sekolah tidak mengizinkan karena memang bertepatan dengan kegiatan study campus. Dua minggu latihan, ia pun siap menuju ke tempat lomba, lagi dan lagi di Universitas Indah Yogyakarta. Seperti biasa registrasi, mengambil undian urutan, dan lomba. Tiba saatnya Kale maju dan dengan membawa properti yang disiapkan sebelumnya ia tampil sebagaimana tokoh - tokoh yang ada di di cerita “ Tudung Merah”. 10 menit tampil Kale bergegas mencari Frau Anan untuk pamit pulang karena mengejar waktu agar tidak ditinggal rombongan yang berangkat jam 15.00 WIB. “ Ya Allah semoga cukup waktunya untuk pulang”, dalam hatinya hanya bisa pasrah dan berdoa. Dengan naik bus Kale pulang ke Boyolali, perjalanan begitu menegangkan bagi Kale, waktu mepet, bus lambat, dan bahkan sempat salah naik bus. Hingga akhirnya ia sampai di sekolah pukul 14.59 WIB. Sesampainya di sekolah terdapat suatu kabar yang gembira, melalui Pak Syai yang waktu itu di sekolah, Frau menyampaikan pesan bahwa Kale mendapatkan juara 3 membaca dongeng tingkat Jateng - DIY. Tangis haru, bangga, rasa bahagia yang saat itu dirasakan Kale karena ia bisa membanggakan sekolah,dan orang sekitarnya. Karena dengan ia mendapat juara dua kali secara berturut - turut dalam bidang yang sama pula, ia dapat mengubah pandangan orang tentang bahasa Jerman yang ada di sekolah.


lomba dongeng di uny


     Dalam hal ini Kale menembus blokade pemikiran yang salah, tentu saja semua ini bukan hal yang mudah bagi Kale yang harus kembali mempelajari bahasa Jerman setelah tidak mendapatkan pelajaran itu sama sekali, uang jajan pas - pasan, waktu bermain kurang, melawan stigma tentang sekolah yang belum pernah juara, saingan yang begitu banyak dan hebat, tapi hal itu bukan menjadi alasan Kale untuk menyerah begitu saja, bangkit dan mencoba, dan pantang menyerah yang Kale tanamkan pada dirinya hingga bisa juara. Dan kini setelah tamat SMA ia bisa masuk ke universitas impiannya yaitu di Sekolah Vokasi IPB.

Satu hal yang dapat kita ambil dari cerita Kale yaitu walaupun kita dalam situasi keterbatasan jangan jadikan itu alasan untuk tumbang dalam keterpurukan. Tamat.

“ JANGAN MENYERAH JIKA JATUH BANGUN LAGI, JIKA GAGAL APA SALAHNYA UNTUK DICOBA KEMBALI , TERKADANG KEMENANGAN SEJATI TIDAK CUKUP DENGAN SEBUAH PIALA, TETAP RENDAH HATI DAN MAWAS DIRI”

- Kyle Dwi Bintang (Kale)

Wahyu Eko F

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perjuangan Muridku : Sebuah Cerita Menembus Blokade"

Post a Comment

Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D