Jadi Murid di Simulasi Seleksi Indonesia Mengajar





Mula-mula

Pelaku utama dalam cerita ini sebenarnya adalah senior saya, mbak Vida namanya. Di dalam adegan ini peran saya adalah sebagai pengamat dan penggembira. Begini ceritanya, secara tiba-tiba mbak Vida mengabari kalo dia lolos tahap awal (administrasi) seleksi calon pengajar muda Indonesia Mengajar angkatan XI. Saya tentu kaget, mbak Vida yang terpisah jarak antara Jerman dan Indonesia dengan mereka yang menyeleksi, dapat menaklukan tantangan pertamanya. Memang, dengan teknologi yang makin maju, jarak menjadi makin tak terasa.

Nah, karna sebab itulah ia bilang butuh orang yang bisa dijadikan “murid-murid” kelas dua Sekolah Dasar. Kira-kira jumlahnya 4-6. Orang-orang ini nantinya juga didesain jadi patner diskusi saat ada sesi dinamika kelompok. Mbak Vida ini diminta melakukan simulasi mengajar dan akan  dinilai saat diskusi. Awalnya, saya bilang gak bisa karena kerja tapi ternyata saya tidak teliti, saya emang kerja tapi jatah sore. Jadi, bisa lah sebentar ke Tempat mbak Vida di Mannheim dan pulang lagi ke Ingelheim langsung kerja. Ngomong-ngomong, saya tinggal di Negara bagian Rheinlanf Pfalz dan mb Vida di Baden Wuerttemberg, kalo naek kereta kira-kira dua jam. Ke Luar Kota naek kereta di Jerman itu enak, jadinya mudah n gak terasa jauh (gak semua sih).


Saya sampe di Rumah mbak Vida malam harinya, jam 12 Malam, di Situ sudah ada anak Indonesia lain dan ada mba Hanirla yang juga bakal berperan jadi murid kayak penulis. Dia juga tinggal di Beda kota, tapi satu Negara bagian. Mbak Vida lagi ada di Kamar lain untuk menyiapkan kelas buat simulasi paginya. Oya, mbak Vida diminta untuk menyesuaikan jadwal seperti di Indonesia. Jam 06.00 pagi seenggaknya simulasi mengajar dimulai, tapi sebelumnya ada sesi khusus mbak Vida, kami murid-murid pokoknya kudu siap jam 06.00.

Muridnya Kesiangan

Sebelum tidur bareng-bareng di Kamarnya mba Vida, kami nyari informasi tentang simulasi mengajar, apa sih yang biasanya dilakuin dan bagaimana kami para murid-murid-an ini bisa berperan secara optimal dan tujuan mbak Vida bisa tercapai, tampil sebaik mungkin. Setelah punya gambaran kami bobok. Intinya, kemungkinan besar, murid-murid yang ada di Simulasi mengajar ini biasanya tidak terduga. Kebanyakan anak-anak yang bekerja di bawah umur, dipaksa keaadaan untuk bekerja daripada belajar dan pokoknya murid-murid unik. Di situ guru akan dilihat bagaimana dia menghadapi situasi belajar yang kebanyakan tidak seperti di Kota – kota besar.

Saking lelapnya, saya dan mbak Hanirla bangunnya jam 06.00 pagi, itupun karena dibangunin teman mbak Vida yang sudah siap di Kelas. Kami langsung turun ke Bawah dan Cuma sempat cuci muka. Wuaaah, padahal saya ni udah semangat mau jadi murid rajin haha. Gak dink, saya ni pengen jadi murid yang paling ngeyel di Kelasnya mbak Vida.

Di Situ sudah ada Ragil dan pacarnya, Novi, Indah dan tentu saja mbak Vida yang sudah lebih pagi di Situ. Kami murid-murid langsung disuruh duduk di Meja dan sebentar kemudian mba Vida menghubungi panitia untuk berkabar bahwa ia siap melakukan sesi selanjutnya. Kami semua berdoa juga supaya jaringan internet baik-baik saya. Tahu ndak, kami semua akan berakting di Depan tablet 10 Inchi, itu juga jadi jendela buat mbak Vida mengerahkan tenaganya dan tampil semaksimal mungkin.

Disuruh Jadi Murid yang bala-bala
Weh, status kami yang bukan pendaftar calon Pengajar Muda membuat kami  sempat berpikir yang penting mbak Vida tampil baik. Lah beda kan ya kalo kami ni juga peserta beneran. Tapi tapi tapi, panitia kemudian minta mba Vida keluar sebentar dan panitia pingin briefing kami.

“Ini kalian di Jerman semua ya?” Sapa panitia yang namanya Bani Bacan, alumni Psikologi Universitas Indonesi itu.

“Iyaaa” Jawab kami mirip anak SD.

“Nah di Simulasi mengajar ini, kalian diminta jadi murid. Udah tahu kan?”

“Tahu kaaak” sahut kami kompak mirip regu koor.

“Untuk itu, nanti kalian tolong untuk jadi murid yang sama sekali gak bisa bahasa Indonesia.”

Kami melongo dan kasak-kusuk. Penulis ni sebenernya dah mbayangin kalo situasi kelasnya tu ada yang autis, ada yang tidur dan lain-lain gitu.

“Ehm, boleh bahasa Jerman aja?”

“Lebih baik jangan, soalnya Vida paham. Gimana?”

Kami mikir sejenak

“Ehmmmm, gimana kalo huruf vokalnya kita ganti jadi –i- semua?” ide mbak Hanirla.

“Iya bagus juga tu, ya sudah kalo kalian yakin, tolong Vida dipanggil ke Dalam.”

Kejutan

Mbak Vida yang udah masuk lagi sejenak diberi beberapa langkah lanjutan untuk proses ngajarnya. Tentunya mbak Vida ndak dikasih tahu kalo murid-muridnya udah didesain jadi bala-bala. Kali itu mbak Vida akan mengajar IPS dengan tema Keluarga.

Oke.... satu dua tiga.

Ragil memegangi tablet supaya mbak Vida dan murid-murid kelihatan.

“Selamat Pagi Anak-Anak.” Buka mbak Vida dengan senyumnya yang mengembang.

Hahaha, kami kan ndak bisa bahasa Indonesia. Ya kami diam lah. Mbak Vida kaget, ini kenapa kok gak pada jawab, muka murid-murid plonga plongo. Lalu mbak Vida mengulangi sapannya lagi.

“Selamat pagi anak-anak”

Kami lirak-lirik, akhirnya ada yang jawab : “iti ipi kik, kimi tik tihi.” Yang artinya : Itu apa kak, kami tak tahu.

Mab Vida tambah kaget, sempat tak bersuara tapi kemudian mulai meraba keaadaan.

Dia bicara sedikit bahasa Indonesia dan kami tetap menjawab dengan bahasa kami. Suasana kelas mulai ramai, kami semua menahan tawa. “Bi giri iki lipir..hoaaam” ujar penulis. Hahahahah.

Mbak Vida sebagai guru agak kewalahan di Awal, mba Hanirla jadi murid paling ngeyel di Kelas, hahahah, lucu banged pokoknya. But, stay cool men. Yang penting bisa menguasai keadaan dulu baru ngajar, itu yang dilakuin mbak Vida.

7 menit selesai, kami murid-murid ketawa dan ngerasa lega. Skype mbak Vida sementara dimatikan, waktu itu adalah waktu istirahat untuk mbak Vida dan kami, soalnya habis ini kami diskusi. Waktu istirahat, kami dikasih makan dan tetap ketawa. Apapun yang udah ditampilkan tadi adalah yang paling baik. Kami percaya, ndak ada yang sia-sia kok. Yang penting udah berusaha. Mbak Vida sendiri bilang, bisa sampe ke tahap ini aja udah bagus.

Sesi Diskusi

Waktu sesi diskusi kami dikasih masalah yang harus dipecahkan. Di Sebuah kota ABC ada 5 guru, 2 honorer dan 2 PNS. 2 honorer ini yang sering masuk kelas, soalnya mereka penduduk asli, guru lain karena rumahnya jauh jarang masuk. Gimana caranya supaya sekolah ABC tetap bertahan? Ide apa yang dibawa kami para peserta diskusi? Jalannya diskusi juga lancar dan syerulah, panjang pokoknya ceritanya.

Habis Diskusi

Selesai diskusi, kami murid-murid yang harus melanjutkan kerja pamit pulang ke Mbak Vida. Sementara itu mbak Vida akan meneruskan wawancaranya. Semoga lancar ya!

Hasilnya


Beberapa Minggu setelah itu mbak Vida bilang kalo dia lolos sebagai calon pengajar muda. Termasuk hebat karena dia bisa lolos dari ribuan pendaftar dan yang istimewa dia daftar dari Luar Indonesia dan akhirnya LOLOS. Pengalaman ini jadi pelajaran yang indah dan saya sangat menghargai mereka para Pengajar Muda yang tersebar di Seuruh Indonesia. Sukses!

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Jadi Murid di Simulasi Seleksi Indonesia Mengajar"

  1. Hai Fit, here i am. Gue pribadi bosan baca tulisan macam begini. Pengalaman lo keren, pengamatan lo tajam, tapi sayang aja dieksekusi dengan gaya nge-pop kayak gini. Tulisan kayak gini bikin jadi gak sarat makna. Lo tau, enaknya tulisan kayak gini itu didengarkan. Bukan dibaca.

    ReplyDelete
  2. hm, jadi kayak teks pidato ya bro kakak? hmm, makasi bro.... akan guah latih secantik mungkin...

    ReplyDelete

Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D