Reportase Mungil Ramdhan dan Lebaran

Menjalankan ramadhan beserta melaksanakan shalat id fitri di Negeri Orang akhirnya kesampaian juga. Ramadhan menyisakan rasa manis dan segar. Selama 19 Jam, muslimin di Eropa (Jerman) berusaha menahan lapar dan dahaga untuk satu tujuan mulia. Beberapa pertanyaan sinis pun sempat mampir, "Tidak minum air seharian kan gak sehat! Aku gak mengerti kenapa para muslim harus menjalankan puasa. Aneh!" Begitu kata seseorang. Nyatanya, ia melihat, penulis tetap baik-baik saja, tak kurang suatu apa, tetap ceria dan menyelesaikan persyaratan-persyaratan dengan lancar, sesuai dengan bantuan Yang Maha Kuasa.





Awalnya berpuasa 19 Jam berat, penulis sempat lemas, namun dalam waktu 3 hari, tubuh mulai beradaptasi. Ramadhan penulis berjalan khidmat, Gastfamilie setia memasakkan menu berbuka dan menyajikan makanan sahur, tetangga menunjukkan rasa toleran, orang-orang yang tak sengaja ditemui di Jalan memberikan salam hormat.





Sempat juga penulis berkunjung ke Sobat yang tinggal tak jauh dari Wackernheim, di sana penulis disuguhi masakan Indonesia, kami berbuka bersama dengan menu lezat sederhana dan nikmat. Kala itu penulis begitu terkesan akan rasa tumis kangkung dan tempe goreng, tak lupa anggur, es krim dan jus buah menjadi pencuci mulut yang segar. Ramadhan 2014, penulis baru sekali shalat dan berbuka di Masjid milik IIS di Mainz. Begitu penulis menyantap masakan yang disediakan pengurus masjid, penulis kenyang luar biasa. Sesama muslim itu bersaudara.



Selesai Ramadhan, penulis bersuka cita merayakan lebaran bersama muslim yang kebanyakan dari Indonesia. Di Mainfeld Kultur Zentrum Frankfurt, KJRI serta Masyarakat Muslim Indonesia (MMI) menyelenggarakan shalat id bersama. Sungguh, penulis seperti merasakan bahwa penduduk Indonesia tersebar di mana-mana. Begitu banyak. Penulis juga melakukan reuni alumni UNY di sana. Kebersamaan tersebut mampu menutupi kerinduan akan kampung halaman.




Selang 5 hari, KJRI  dan MMI kembali mengadakan halal bihalal bagi masyarakt serta organisasi Indonesia wilayah Frankfurt dan sekitar. Acara ini berjalan seperti acara di Indonesia pada umumnya. Ramai, hingar bingar, suara orang ngobrol tak henti-hentinya, sambutan yang berbondong-bondong, hiburan serta humor-humor khas Indonesia. Tentunya, acara makan-makan menjadi puncak acara yang dinantikan. Selain orang Indonesia, banyak juga mereka yang dari luar Indonesia. Mereka biasanya adalah pasangan hidup dari orang Indonesia, kawan, sahabat dan mahasiswa lain.



Secara garis besar, begitulah gambaran apa yang penulis saksikan dan rasakan.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Reportase Mungil Ramdhan dan Lebaran"

Post a Comment

Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D