Nano Nano Ramadhan Keduaku di Jerman

Tak perlu diragukan lagi, Ramadhan menjadi momen yang spesial dan dirindukan. Di tengah perdebatan antara hormat menghormati mereka yang puasa maupun tidak, menjalani ibadah puasa dengan tenang dan bahagia adalah hal yang didambakan penulis.

Inilah kali kedua penulis menjalani Ramadhan di Negeri orang. Tak berbeda dengan tahun lalu, penulis akan menghabiskan banyak waktu di Jerman. Walaupun, telah dilatih di tahun pertama puasa di Jerman, selalu ada saja suasana haru biru di dalam diri ini.


  • 1.       Masalah Waktu


Ketika keluarga di Indonesia bersiap untuk sahur, penulis baru saja selesai buka puasa. Di Jerman, waktu berpuasanya sekitar 18 Jam. Fantastis jika dibandingkan dengan Tanah air yang hanya 12 atau 13 jam itu. Ya, maklum di Sini sedang musim panas. Di Jerman, penulis buka puasa pukul 21.40 dan melanjutkan sahur sebelum pukul 03.00. 03.00 merupakan waktu untuk shalat shubuh. 18 jam memang lama, tapi masih ada umat muslim lain di Beberapa Negara yang berpuasa hingga 21 jam. Masih harus bersyukur ni penulis.

  • 2.       Suasana Ramadhan

Umat muslim di Jerman jumlahnya sekitar 4 juta, tapi tidak semuanya bisa menjalankan puasa karena berbagai alasan. Data mengatakan jumlahnya lumayan banyak, tapi bagi penulis suasana Ramadhan di Sini tak semeriah di Indonesia. Ya, tentu saja sih ya, hehehe. Di Jalanan sini, toko-toko yang menyjikan makanan dengan santai tetap berjualan. Para pengunjungnya juga makan tanpa malu-malu, lha ya mereka gak ada kewajiban untuk puasa juga hehehe. Ini hanya gambaran umum lo ya. Semarak Ramadhan di Jalanan kurang kentara. Tidak terdengar suara adzan yang bersahutan, kalo penulis sendiri mendengar adzan dari aplikasi waktu shalat yang penulis download di Play Store. Hehe

  • 3.       Masjid dan Tarawih

Di Jerman terdapat beberapa masjid. Takjil? Tentu saja disediakan. Silahkan saja ikut menikmati, tapi ya jangan berharap menunya seperti di Rumah. Ya iyalah yaaa hehe. Masjid Turki contohnya, tentu saja menyediakan panganan khas Negara mereka. Indonesia juga punya masjid lo, diantaranya ada di Berlin dan Frankfurt, kalo pengen merasakan suasana rumah datang ke Sana jadi kewajiban.

Dilihat dari waktu berbuka puasa yang jatuh pukul 21.40, bisa ditebak kan jam berapa bisa melakukan tarawih. Diatas jam 00:00. Inginnya ikut berjamaan di Masjid, tapi melihat waktu yang terlalu malam penulis memilih untuk di Rumah saja.

  • 4.       Kerja Jalan Terus

Lha ya tentu, bekerja tetap jalan seperti biasa. Penulis sendiri tetapk bekerja seperti biasa. Kompensasi diberikan jika penulis memang tak sanggup lagi. 2 hari awal puasa, penulis datang terlambat ke Tempat kerja. Alasannya ketiduran sehabis saur. Hmmmm

  • 5.       Komentar Yang Lain


Kebanyakan mereka akan bertanya apa penulis kuat menjalani hari tanpa makan dan minum selama 19 jam. Penulis tidak banyak berkata, cukup membuktikan sampai hari ini penulis masih bekerja dan menjadi penulis seperti biasanya hahaha. Penulis jadi satu-satunya yang berpuasa di Lingkungan kerja, alhamdulillah semua berjalan lancar. Allah mengirimkan orang-orang baik yang perhatian soal makanan. Beberapa kolega penulis memberikan makanan berat maupun kecil untuk berbuka puasa kalo mereka bilang dan begitupun para penghuni.

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Nano Nano Ramadhan Keduaku di Jerman"

Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D