Menjadi Wali Kelas Selama Pandemi

Sebagai wali kelas (ehem πŸ˜„) ada banyak hal yang awalnya saya takutkan di masa pandemi. Duh, kok ga dapat kelas yang sama aja sih kayak kelas X, waw kelas barunya kok isinya kritikus semua gini, takut takut oi, mana kayak pendiem gini, cuek-cuek deh nih pasti.

Wah, ekspetasi yang berlebihan di awal membuat saya putar kekanan dan kekiri. Harus bagaimana?  Akhirnya, pada minggu pertama kami sepakat video call via WA. Jaman itu saya belum kepikiran pakai google meet, takut susah, dll. *Sekarang harusnya gak donk, kan ada akun pembelajaran dari kemendikbud.

Anaknya sopan-sopan, jeli, berani dan emang sama kaya kelas sebelumnya, pandai kritik. Tapi saya hanya beruntung mendapat kelas yang anaknya rajin-rajin, membuat saya tidak banyak dijawil guru-guru lain, karena masalah Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Kalau pun ada, ya paling satu dua saja sih. Makasi ya, kelas kritikus yang adem-adem.


wali kelas selama daring
Wali kelas selama daring



Iya, mereka adem kayak es krim dalam Freezer. Lha pernah lo, saya tu kirim pesan di Whatsapp gak ada yang balas. Sekali dua kali, saya bisa maklum lha wong saya sukanya gitu juga di grup lain. Tapi, lama-lama ngerasa dicueki. Ya, saya tahu mereka pasti baca pesan dan merespon dalam hati, tapi tidak bereaksi. Saya baper, serius. Sampai tanya ke ketua kelasnya, kelasmu ki piye toh.😌

Sampai suatu hari, biar agak akrab dikit karena sumpah permulaan grogi lo, saya minta daftar tanggal lahir mereka. Untuk apa? Ya, sebagai pengingat untuk memberi ucapan selamat setiap ada yang ultah.

Sederhana ya?

Dih, saya sempat skeptis, buruk sangka, halah pasti mereka menertawakan saya, mungkin berpikir "Ga gaul banget sih kaya gitu, Facebook lebih cepet ngucapin kalik" *hahaha, padahal mereka ga banyak main Facebook. Mana saya gak ngasi kado pulaπŸ˜…

Akhir Juli 2020, mulailah misi wali kelas tidak telat jadi pemberi selamat pertama, ya oke kerjaan belum banyak, lomba-lomba daring, asik, banyak yang ikutan jadi pemberi selamat pertama, berjalan sempurna. Tapi ya gitu b aja sih mereka, ya mungkin karena saya gak lihat langsung ekspresinya ketika dapat ucapan.

Singkat cerita, 2021 bulan Januari saya telat 2 hari ngucapin ke siswa. Okelah, bisa dimaklumi. Saya gak enak hati takut dikira pilih kasih, terus saya janji Februari bakal lebih oke lagi. Masuk Februari awal saya sudah cek catatan, yang ulang tahun 2 anak tanggal 19 dan 26. Santai masih lama....

Wah, ternyata Februari jadwalnya nggilani, urusan jurnalistik, dan hal-hal ambisius lain ditambah mulai kecanduan FIKI DAYANA bikin saya multitasking. Apalagi hari jumat 19 Feb kemarin, ada banyak agenda terus ditambah saya harus scroll IG yang beritanya sangat membuat kepala pusing.

Hingga

Saya putuskan OFF mulai pukul 19.00 sampai jam 05.00 pagi 20 Februari.

Ketika saya membuka pesan Whatsapp, saya kaget ketika seorang siswa cuek yang kalau saya tanya kabar cuma bilang baik, saya tanya kenapa telat cuma bilang hehe, ditanya ada masalah apa dan ditelpon GAK DIJAWAB + GAK DIANGKAT, yang semester 2 ini mungkin sedang di fase jenuh sehingga agak kendor semangatnya ikut KBM yang gitu-gitu lagi, yang sering disebut namanya di Kantor ketika saya ada. "Nih anak kelasmu, kenapa lagi ya?"

menuliskan pesan

"Bu, saya ultah....................................."

Butuh beberapa menit saya mencerna kalimat dan mulai membalas pesannya. Tentu saya minta maaf dan sedikit mengingatkan saya juga telat ngucapin ke AF kok januari kemarin, disambung dengan ucapan ulang tahun.

Seketika saya tertampar

Wali kelas macam apa kamu? Hal sederhana gini bisa lupa? Cuma gara-gara Fiki Dayana, kamu malas buka catatan penting? Terus nyalahin keadaan?

Eh, drama banget. Tapi, serius saya diingatkan. 

Lantas saya mulai mengingat hubungan saya semester 2 ini dengan kelas saya. Hambar, hubungan hanya sebatas kasih informasi sekolah, ga ada interaksi hangat, terkesan formal, di grup yang jawab cuma itu-itu aja. 

Saya gak konsisten, sekarang baru disadarkan lagi :

Ternyata ada lho yang nunggu perhatian kecilmu sebagai wali, 
ada lho yang menunggu ditanya kabarnya, 
yang mungkin habis menghadapi hari melelahkan, 
yang sedang jauh dari orang tuanya, yang bener-bener jenuh komunikasi kaku,
yang ternyata lagi hal sederhana yang saya pikir ramutu, tetap bermakna, mungkin bagi semua atau bagi sebagian,
Mereka memperhatikanmu juga lo, menandai apa yang kamu ucap dan tulis


Ah, ayolah wali kelas kemarin sore, sudahi dramamu dulu
kembalilah duduk, tersenyum, menyapa mereka sepenuh hati walau lewat layar smartphone
Ingat ada aspek lain selain kognitif yang kamu berikan
Jalin hubungan baik dengan "anak-anak"mu
walau sudah sedikit tua, mereka itu butuh rasa bukan TUGAS (Duh...)


*


Semoga tulisan ini membuat saya kembali lebih hidup dalam kenyataan. 

Menjadi wali kelas selama daring? Konsisten lakukan hal-hal sederhana, siapa tahu itu bisa jadi bermakna.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Menjadi Wali Kelas Selama Pandemi"

Post a Comment

Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D