MBG oh MBG


Beberapa waktu terakhir, program Makan Bergizi Gratis (MBG) jadi bahan obrolan di mana-mana. Ada yang mendukung penuh, ada yang masih ragu, dan ada juga yang sekadar penasaran: “Sebenarnya seperti apa sih programnya?”

Ternyata, program ini juga hadir di tempat saya bekerja. Mulainya sekitar pertengahan Agustus, awalnya berjalan cukup lancar. Tapi kemudian sempat berhenti seminggu, karena ada surat pemberitahuan akan suatu hal. Setelah masa jeda itu, MBG kembali berjalan dan sampai sekarang masih terus berlanjut.

Namanya juga program baru, wajar kalau ada cerita di sana-sini. Ada yang gak doyan menunya,  wadah makan gak kembali sesuai jadwal dari kelas, atau pembagiannya belum terlalu rapi. Tapi satu hal yang patut disyukuri: nggak ada kasus keracunan! 

Yang menarik, respon anak-anak pun beragam. Ada yang semangat banget karena bisa makan bareng teman-teman tanpa harus keluar uang jajan. Tapi ada juga yang masih setengah hati, mungkin karena menunya belum cocok di lidah.

menu MBG
menu MBG



Namun begitu menunya agak beda seperti spaghetti, mi ayam, atau makanan khas lain yang jarang disajikan di Kantin sekolah, bisa dibilang mulai keluar antusiasnya. Untuk beberapa kelas seperti yang banyak siswa laki-laki, menu makanan apapun mereka terima, paling hanya porsinya yang kecil baginya. Hehehe. Beberapa kali sih saya tanya mereka di Kelas.

Kelebihan Program MBG

Kalau dilihat dari sisi positifnya, program ini punya banyak manfaat juga.


  1. Siswa jadi lebih irit. Setidaknya satu kali makan sudah dijamin sekolah, dan itu lumayan meringankan.
  2. Kebersamaan makin terasa. Anak-anak makan bareng, ngobrol, saling tunggu dan belajar tertib manajemen waktu.
  3. Gizi lebih seimbang. Menunya disusun dengan pertimbangan gizi, bukan sekadar “yang penting kenyang.” Ini versi yang menyediakan MBG ya. Hehehe. SMK saya ini jumlah muridnya lumayan, hampir 1800 untuk kelas X dan XInya.

 Tapi, Nggak Bisa Dipungkiri...

Setiap program besar pasti ada dampaknya. Salah satu yang paling terasa adalah di kantin sekolah.
Sejak MBG berjalan, penjualan menurun karena banyak siswa memilih makan jatah daripada jajan seperti biasanya. Beberapa penjual sempat mengeluh, tapi di sisi lain mereka juga paham: program ini niatnya baik untuk kebaikan anak-anak kita juga.

Masih pro kontra, bahkan dokter dan ahlo gizi yang menyoroti menu yang ada. Namun, memang sebetulnya ini kembali ke penyedia makanannya. 

Saya sebagai pengamat? Lumayan, tapi banyak yang harus dibenahi. Setuju, tapi jangan setiap hari, bisa sebulan sekali aja. Perhatikan juga kantin Sekolah. Sekian unek-uneknya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MBG oh MBG"

Post a Comment

Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D