Untuk Guru Jermanku

Pada usia menginjak 60 tahun, hadiah yang diterima seorang guru di Sekolah Negeri adalah bebas tugas atau pensiun. Ada yang terlihat lega, gelisah, dan penuh syukur. Tak terasa waktu berjalan cepat, sepertinya baru kemarin ia usia 25, baru kemarin anaknya lahir, baru kemarin upacara, lalu tiba-tiba di Jalan ia bertemu dengan mantan muridnya yang sudah beranak dan menyapanya.

Lalu sekarang, ia menerima Surat Keputusan (SK) pensiunnya, dimana hari setelahnya ia akan terbiasa dengan hal baru. Tak lagi harus absen pagi, naik kendaraan menerobos macet dan dinginnya jalan, ia akan bisa rebahan pada pukul 07.00 sampai 08.00 mungkin.

Saya menulis itu hanya membayangkan bagaimana aktivitas Guru-guru saya yang sudah dan akan pensiun. Rasanya, saya pun ikut tahu diri bahwa umur saya juga terus bertambah dimana semakin hari Guru SMA yang sempat mengajar saya, lalu menjadi kolega kerja, kini telah dan akan pensiun.

Belum lama, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jerman Boyolali berganti ketua, karena ketua lama memasuki masa pensiun. Jumlah kami yang hampir mencapai 10 secara formal, kini tinggal 7. 

Pada 2018 lalu, Guru SMA saya, Frau Putu pensiun. Saya masuk 2016 dan selama 2 tahun saya bersyukur bisa dibimbing langsung dalam menghadapi dunia guru olehnya. Sering saya disemangati untuk ikut ini itu dan terus belajar. Buat saya, setelah ibu kandung saya meninggal, Frau Putu seperti ibu baru buat saya. Duh, saya gak bisa cerita detail takut nangis gak berhenti-henti. Saya bersyukur dan berharap bu Putu sekeluarga selalu sehat!

Dari SMA, Frau Putu banyak memberi pelajaran berharga selain bahasa Jerman buat saya. Sempat waktu SMA, saya diminta mengetikkan soal ulangan, dan saat itu saya merasa bangga setengah mati, hahah. Mungkin dari situ juga ya akhirnya saya semakin kuat bercita-cita jadi guru bahasa Jerman di SMA :D 

Hmm, 2021 ini guru lelaki Bahasa Jerman satu-satunya (sementara ini), Pak Suparja yang mengajar di SMA N 1 Boyolali juga pensiun. Walau saya belum pernah diajar bahasa Jerman langsung olehnya, bapak berputra dua ini juga ikut andil dalam perjalanan hidup saya. Dulu sewaktu SMA, secara tidak sengaja almarhum ibu saya bertemu dengan pak Parja yang membeli marning di Toko Ibu saya. Entah bagaimana ceritanya, mereka ngobrol tentang jurusan bahasa Jerman dan ibu meminta pendapatnya tentang jurusan tsb. Kebetulan saya waktu itu kelas XII.


Guru Bahasa Jerman Boyolali
Guru Bahasa Jerman Boyolali


Sewaktu ada kumpul MGMP, saya pernah mengungkap itu sambil menangis. Ya memang karena saya gampang nangis dan air mata itu spontan keluar. Ah, saya bingung menuliskannya. Saya juga ingin seperti mereka, dimana ada murid yang menekuni bahasa Jerman sebagai jalan hidupnya suatu hari nanti. AAAmin/

Berkat mereka bahasa Jerman di SMA Boyolali bisa berkembang, ada juga guru legend, namanya Pak Marsam dan saat ini anaknya juga mengikuti jejaknya. Sebagai orang yang mengambil jurusan PB Jerman, saya bersyukur bahasa Jerman masih tetap diajarkan, walau memang tidak semua sekolah. Ini tantangan juga lo, karena  guru Jerman harus kreatif agar dapat bertahan. 

Apa tujuan kedepan? Bagaimana memberikan pengarahan pada siswa jika ia ingin mengambil jurusan ini sebagai pilihan kuliahnya, bagaimana membuat suasana belajar Jerman menyenangkan, bagaimaana membuktikan bahwa ada manfaatnya belajar ini. Ya, ini menurut pendapat saya di saat pikiran saya sedang pusing merangkai kata hahah.

Pernah saya tulis di Kuliah Bahasa Jerman

*Artikel ini saya tulis sebagai pengantar foto :D


Setelah mereka pensiun, kami harus bisa berbuat lebih dan Semoga kami guru bahasa Jerman di Boyolali bisa memberikan yang terbaik dalam mendidik dan memberikan ilmu.



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Untuk Guru Jermanku"

Post a Comment

Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D