Melawan Takut #1 : Menyentuh Canva

2021 memberi kenangan manis yan tak ada habisnya untuk dikenang, asik! 
Sempat putus asa, rendah diri, hilang arah, tapi masih punya semangat untuk lebih baik lagi. Ini semua tentu berkat tahun-tahun sebelumnya yang memberikan pelajaran berharga, yang beberapa ceritanya tidak ditulis dalam blog, tapi ada di platform lain seperti Quora. *Saya anak Quora yang banyak diemnya hehehehe.

Dimulai dari mana ya ceritanya?
Saya agak kaku juga nih, sudah lama gak nulis di blog sendiri. Hehehe, alasan kok tiap tahun sama ya!

Melawan Takut

Januari 2021 lalu sepertinya saya mulai punya sedikit keberanian mendesain secara digital beberapa hal, padahal jujur saya dulu anti hal beginian, merasa tidak punya selera bagus dalam hal tersebut. Ingat sekali, saat murid lomba, kami bingung memikirkan untuk cetak MMT/Poster. Tergantung sama orang lain dan tidak bebas. 

Ada nih pengalaman yang menyakitkan tapi memang pantas dirasakan. Heheh, dulu karena mendadak dan murid juga bingung, orang yang sering dimintai tolong sedang sibuk, saya nekat membuat desain 6 MMT yang akan dipajang untuk pameran. Yah, last minute akhirnya dapat tukang cetak yang mau diburu-buru dan mereka menjanjikan selesai saat hari H jam 8 pagi. 

Ih, kenapa yang desain bukan tukang cetak? Ya, karena mendadak aja dan mereka gak bisa kalau harus disuruh desain.

"Sudah mbak, sepertinya gak usah dipasang saja." 

Itulah kata-kata guru senior yang ikut mendampingi lomba bersama saya. Walau tidak dikatakan, saya benar-benar bisa merasakan bahwa ia kecewa dengan hasil yang ada. Sudahlah, saya akui desain saya itu memang jelek sekali. "Wagu"

Apakah saya setelah itu mau belajar? Tidak ujug-ujug mau sih. Pada Juni 2020, tiba-tiba kolega kerja (Pak Irfan) bilang bahwa saya dapat tugas untuk buat instagram (ig) sekolah. Dia ini juga dapat perintah dari pak Yanta (waktu itu sempat jadi kepala sekolah), dan baru disampaikan beberapa bulan setelahnya hehe. 

Ya pikir saya oke-oke aja lah, wong hanya buat. Gampang! 

"Bro, uwes ta gawe nyo instagramme. Diisi opo kono!" (Bro, nih udah ta buat ig-nya, sana diisi apa gitu kek."

"Lah sisan isinen kono, wong awakmu kon dadi admin sisan." (Lah sekalian kamu isi, kan kamu juga jadi adminnya)

"Herek, lha aku raisoh desain ki piye!" (EH, aku kan kagak bisa desain, gimana!)

"HALAH, ajar! (HALAH, belajarlah!)

"Wo lak piye iki, mosok foto-foto tog." (Gimana nih, masak cuma tak isi foto-foto aja)

"Ajaro tho mbak, iso-iso." (Belajarlah mbak, bisa-bisa)

Itulah awal mula saya mau membuka kepala saya agar mau belajar hal baru. Kalau dipikir-pikir, sudah lama juga saya tidak belajar. Semua butuh proses, bahkan ig tersebut sempat sepi 3 bulan, karena bingung mau diapakan. Barulah ketika katup-katup gengsi dan sombong jatuh, saya banyak mencari referensi, apasih aplikasi yang bisa buat desain untuk pemula ini.

Pilihannya jatuh di CANVA. Singkatnya, saya pernah beli akun premium lewat shopee, eh belum ada setahun pokoknya akunnya bermasalah.

Hmm, semenjak pandemi ada, banyak perubahan dari berbagi lini, salah satunya informasi bidang pendidikan. Kemendikbud jadi fantastis (karena saya aja baru tahu), dia bikin banyak gebrakan, ada wadah untuk guru kolaborasi seperti ini  Ayo Guru Belajar dan Ayo Guru Berbagi. Semenjak tahu itu, saya makin merasa kerdil, ternyata saya ndeso banged. Tak hanya itu kemendikbud juga bikin gebrakan lewat akun belajar.id. nih tulisannya Eksperimen akun belajar.id

Salah satu keunggulannya adalah guru dan siswa bisa upgrade dari canva free ke canva for edu. Nah, inilah titik kebangkitan hidup saya. XIXIXIX. Semua kejadian yang telah ada, membawa saya malah jadi lebih dekat dengan siswa, kami bisa berkolaborasi, bikin program, bikin konten bersama. Kami belajar, tidak hanya saya yang jadi guru, tapi murid juga. Sering mereka yang memberi ide, mengritik saya. 

"Maaf frau Fitri jika saya tidak sopan, namun konten foto di instagram itu terlihat jika hanya hasil foto kalender, jadi kesannya jelek, apalagi bagian atasnya sobek. Apakah frau Fitri tidak ingin mengganti dengan yang lain?" Sebuah pesan dari ketua OSIS-nya waktu itu (Maylana Yoga).

Kerja sendiri memang berat ya, tapi Tuhan tiba-tiba mengirim seorang siswa pendiam yang entah tumben-tumbennya curhat masalah antara ia dan adik kelasnya, ini bukan soal cinta ya, tapi perkara pemilihan diksi ketika komunikasi. 

Lantas kami berpikir, kenapa sih gak ditulis aja. Jadilah, setelah itu kami sepakat bikin konten namanya kamis literasi. Tugasnya dia yang bikin dan juga nge-desain. Secara ga langsung, dia gabung jadi tim. Dulu cuma ada saya dan dia.

Oya, kenalkan nama dia Ikrar Hatta ya, sekarang jadi mahasiswa UNY. Kamis literasi saat itu berisi tulisan Ikrar mengenai buku-buku yang ia baca, kebanyakan karya Pramoedya. 

"Ini harus berkembang" pikir kami. 

canva for edu
canva for edu


Yessss, mulailah kami melibatkan siswa lain.

Panjang bener pokoknya sampai nemu "ini nih ciri kita" dalam feed ig-nya. Walau belum mengerahkan banyak hal, tapi kami bersyukur bisa ikut mendampingi tumbuh kembang konten ig sekolah. Susahnya satu nih sekarang, yaitu nambah followers. HEHEHE!

Ig yang pada awalnya hanya diisi oleh saya dan ikrar (karena bingung minta tolong siapa), sekarang ramai akan kontributor. Ada yang tetap dan lepas. Kontributornya ya siswa dan beberapa guru. 

Oh ya, saat ini ig sudah diakusisi pihak sekolah yes hehe, Humas gitu, dan akhirnya saya juga masuk di dalamnya, terus sekarang  ada timnya ya, secara resmi ada 4 (2 Guru, 1 siswa dan 1 alumni). Ada Fitri, bu Sulis klik, Ikrar, dan Zulfa Arya dan Tim Humas.

Kalau Anda berkunjung ke IG sekolah saya, pandanglah sekilas, semua desain yang bagus, kreatornya adalah siswa, peran saya saat ini hanya meminta tolong :D, tapi kalau mereka lagi sibuk, yasudah mau gak mau saya ambil alih dulu.

Mampir ya SMA N 2 Boyolali

Kalau mau, pasti bisa ya. Wer will, der kriegt. (Siapa mau, dia yang dapat)

Bersambung....
(Pemanasan lama gak nulis di Sini)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Melawan Takut #1 : Menyentuh Canva "

Post a Comment

Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D